Judul : MERAWAT JEJAK PENDIDIKAN MIGANI – INTAN JAYA : Aku Ada Bersama Mereka
Penulis : Apolos Bagau, ST
Spesifikasi : 15 x 23, xxii + 162 halaman
Cetakan Pertama, Februari 2021
ISBN : 978-623-7040-18-7
Penerbit : Tollelegi
Selama kurang dari tiga tahun penullis menjabat sebagai kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Intan Jaya, penullis mendapat kesempatan untuk terlibat langsung dalam membentuk sumber daya manusia Intan Jaya dari sisi pendidikan. Dari tugas sebagai kepala dinas pendidikan ini, penullis mulai mengenal banyak hal berhubungan dengan pendidikan yang tidak saja berhubungan langsung dengan lembaga pendidikan tapi juga dari luar lembaga pendidikan.
Penullis lahir dan dibesarkan di Intan Jaya. Sekolah Dasar di Bilogai dan SMP di Waghete yang waktu itu Bilogai dan Waghete masih satu dalam Kabupaten Paniai. Setelah mengenyam pendidikan lanjutan di Jayapura, dan mengawali dunia kerja di Timika, penullis kembali ke Intan Jaya, menikah dengan gadis Intan Jaya, memiliki keluarga dan rumah di Intan Jaya, serta mewariskan tradisi masyarakat Migani kepada anak-anaknya.
“Kendati demikian, apa yang saya tahu tentang masyarakat Migani-Intan Jaya tidak cukup untuk saya melihat secara lebih baik pendidikan di Intan Jaya. Tidak cukup bagi saya merasa paling tahu tentang pendidikan di Intan Jaya. Bagaimana pun dalam bekerja dan berinteraksi, saya harus belajar kembali mengenal Intan Jaya karena banyak perkembangan baru telah mengubah kehidupan masyarakat termasuk yang berhubungan dengan pendidikan,” demikian tulis penulis pada kata pengantar buku ini.
Sebagai Kepala Dinas Pendidikan, bersama pemerintah kabupaten Intan Jaya, penullis mengawali tugasnya dengan mulai menyusun rencana kerja dan kebijakan teknis. Penulis juga menjalankan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai tugas dan fungsi dinas pendidikan. Dalam perjalanan ini, apa mau dikata, pada akhir 2019 tiba-tiba datang pandemi Covid-19. Bersamaan dengan pandemi Covid-19, terjadi pula gangguan stabilitas keamanan di Intan Jaya. Baik Covid-19 maupun gangguan stabilitas keamanan menyebabkan proses belajar mengajar terpaksa berhenti.
Kebijakan belajar online atau sebagai jawaban untuk mengatasi tutupnya sekolah, sama sekali tidak bisa dilaksanakan karena masalah minimnya infrastruktur jaringan internet, kebiasaan siswa dan kemampuan guru. Kendati Intan Jaya masuk dalam kabupaten yang berada di zona hijau Covid-19, kebijakan membuka sekolah juga bukan perkara gampang, mengingat penyebaran virus ini pun belum juga menemukan cara-cara yang efektif-tuntas untuk menghentikan secara sempurna.
Selalu saja ada kekhawatiran bahwa jika masyarakat sedikit saja lengah, maka virus ini pun akan dengan cepat masuk ke Intan Jaya dan mengubah status wilayah dari zona hijau ke zona merah. Bersamaan dengan itu ada faktor gangguan keamanan yang menyebabkan guru dan siswa enggan untuk beraktivitas demi kenyamanan dan keamanan diri dan keluarga. Jadi semua serba terbatas, yang nyaris membawa anak-anak Intan Jaya tidak belajar sebagaimana mestinya.
Selain masalah infrastruktur dan kesiapan guru yang belum dapat merespon pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan faktor keamanan, ada soal lain yang datang dari masyarakat dan keluarga siswa yakni rendahnya tingkat kesadaran terhadap pendidikan, ditambah dengan sebagian masyarakat yang masih buta huruf. Apa yang bisa diharapkan dari kondisi ini? Masyarakat yang nota bene tidak mengenal belajar di rumah, karena memang selama ini masyarakat memberikan kewenangan pendidikan hanya pada sekolah. Sementara guru, apa yang bisa diperbuat? Kekhawatiran menjumpai orang kendati dengan protokol kesehatan menyebabkan banyak guru memilih tetap berada di rumah masing-masing atau juga meninggalkan Intan Jaya sementara waktu untuk mencari keamanan diri.
Setahun lebih terhitung sejak akhir 2019 hingga awal 2021, boleh dibilang satu angkatan sekolah mengalami kehilangan pembelajaran. Anak-anak yang sudah merasa jenuh berada di rumah, mulai tidak lagi mengingat sekolah dan memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah. Bagi anak-anak yang masih ingin sekolah, resiko ketertinggalan belajar merupakan suatu kondisi yang sulit dihindarkan. Masyarakat pendidikan di Intan Jaya umumnya mulai resah dan mempertanyakan tentang masa depan pendidikan anak-anak mereka. Masyarakat mulai bertanya tentang peran pemerintah dalam kondisi ini. Keresahan ini semakin diperparah dengan bayangan akan ujian akhir anak-anak, yang kalau tidak dipersiapkan secara baik, maka tidak ada satu pun anak-anak Intan Jaya yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut penulis, untuk menjawabi kebutuhan ini, mau tak mau harus dipikirkan cara lain agar anak-anak terutama siswa tingkat akhir dapat melakukan pembelajaran untuk persiapan ujian nanti. Menjawabi masalah itu,
“Pada awal 2021, kami mengambil satu inisiatif dengan membuat kelompok belajar dalam tiga klaster distrik. Kami menentukan kelompok belajar berdasarkan tempat-tempat yang menurut pandangan kami aman, bagus dan terjangkau oleh siswa maupun guru. Sementara siswa yang ikut belajar, kami prioritaskan hanya untuk kelas tinggi yaitu SD kelas 6 dan SMP kelas 3. Di tengah situasi Intan Jaya yang tidak menentu, pembentukan klaster-klaster pembelajaran ini dapat dibilang merupakan satu-satunya solusi di Intan Jaya agar anak-anak tidak tertinggalan dalam mempersiapkan ujian,” tulis Apolos dalam kata pengantar buku ini.
Selanjutnya dikatakan, di luar kebijakan yang mendesak karena pertimbangan situasi yang tidak kondusif, kita dapat melangkah untuk melihat dan merefleksikan kembali tentang kondisi pendidikan di Intan Jaya secara keseluruhan. Berhadapan dengan situasi Covid-19 dan persoalan gangguan keamanan yang membuat pendidikan di Intan Jaya tidak berjalan, tiba kita pada kesimpulan bahwa memang banyak hal penunjang pendidikan di Intan Jaya belum dipersiapkan secara baik. Ternyata, saat krisis datang, langsung membuat pendidikan kita tidak berjalan. Kita menjadi sadar bahwa banyak hal dari kita yang masih serba kekurangan.
Faktor infrastruktur termasuk internet dan sarana prasarana sekolah, kesiapan guru dan masyarakat terutama orangtua murid masih banyak yang harus dibenahi. Katakan saja, sebelum Covid-19, masyarakat pendidikan di Indonesia, banyak bicara tentang inovasi dan kreativitas yang dibutuhkaan dalam pendidikan, ternyata itu pun belum menjangkau para pendidik di Intan Jaya.
Blessing in disquised atau berkat terselubung, masalah datang memaksa kita untuk cepat melakukan pembenahan, karena banyak hal yang masih kurang di tengah harapan akan masa depan generasi Intan Jaya yang lebih baik. Kondisi ini kiranya memberikan pelajaran berharga bagi semua pihak untuk menata lagi pendidikan ke arah yang lebih baik termasuk menghadirkan fasilitas internet untuk merespon perubahan yang terjadi dalam era digital sekarang ini. Saya optimis bahwa setelah kita tahu masalah sesungguhnya, kita akan menemukan solusi yang tepat.
Buku ini mencoba merefleksikan kembali persoalan pendidikan dan menawarkan beberapa solusi. Penulis berharap hadirnya buku ini bisa menjadi sarana kita berdialog tentang pendidikan anak-anak di Intan Jaya. Kata penulis : “Kita boleh berbeda pendapat, tapi kita harus punya arah yang jelas dan punya cita-cita yang sama tentang masa depan generasi Migani-Intan Jaya yang lebih baik. Kita harus memikirkan dan bertindak bersama-sama merawat pendidikan di Intan Jaya ke arah yang lebih baik.”
“Buku ini tetap merupakan suatu refleksi pribadi berdasarkan pengamatan, pengalaman dan bacaan saya. Karena itu saya menyadari bahwa tulisan ini tidak merupakan suatu uraian lengkap dan terinci mengenai pendidikan, melainkan suatu tanggapan pribadi atas sejumlah aspek dalam pendidikan yang dialami, lebih khusus lagi di Intan Jaya,” tulis Apolos Bagau dalam pengantar buku ini.
Buku ini saya beri judul : “Merawat Jejak Pendidikan Migani-Intan Jaya : Aku Berada Bersama Mereka”, tidak lain merupakan inti refleksi saya bahwa dalam pendidikan bukan hanya soal aturan, bukan juga hanya soal tradisi, dan juga bukan hanya soal pengetahuan, kreativitas dan inovasi, melainkan juga soal kehadiran para pihak bersama anak didik. Kehadiran dalam konteks “berada bersama mereka” berarti hadir untuk memahami, memotivasi serta mencari jalan pemecahan masalah berdasarkan kebutuhan anak didik. “Inilah yang saya kira inti dari pendidikan yakni berada bersama mereka (generasi Migani – Intan Jaya) untuk bersama menjadi manusia seutuhnya,” kata Apolos.
Nah kiranya buku ini dapat membantu kita sekalian, orangtua, guru, pemerintah dan masyarakat di Intan Jaya untuk memikirkan kembali masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan di Intan Jaya. Dengan membaca tulisan-tulisan ini kita diajak berdiskusi berbagi pengalaman tentang pendidikan dan ikut berkontribusi memekarkan generasi Intan Jaya masa depan.
Tema-tema yang direfleksikan pada buku ini, antara lain, Merawat Pendidikan di Intan Jaya, tantangan pendidikan Generasi Migani, Pendidikan dalam budaya Migani, Pendidikan sebagai tugas bersama, dan Sokolah di Batas Waktu, belajar semumur hidup.